Umay's Oret-Oretan
Jumat, 10 Februari 2017
Minggu, 22 Januari 2017
Berharap ‘Lucky Aces’ [Duo Hip Hop Dancer; Reyond Lucky Ancheta and AC Bonifacio] Ada Lagi :)
Hai. Aku penggemar berat Lucky Aces alias Reyond Lucky
Ancheta dan Andree Camille [AC] Bonifacio, dua dancer hip hop asal Kanada. Dan
aku orang Indonesia, karena tau nggak ada info tentang mereka dengan bahasa
indonesia. Aku baru tau performed mereka waktu kemaren bulan desember 2016 aku
lihat-lihat laptop temenku yang ada kumpulan video dance.nya. salah satunya ada
video Lucky aces waktu tampil di Super Kids-Jerman tahun 2015. Ternyata aku
jatuh cinta pada pandangan pertama sama mereka berdua. Seneng banget lihat
video mereka meskipun aku ulang berkali-kali aku nggak pernah bosen. Mulai saat
itu aku rajin download video mereka di youtube. Sehubung nggak ada web yang
membahas duo dancer “LUCKY ACES” berbahasa Indonesia, aku coba buat sok tau aja
apa arti dari informasi-informasi tentang mereka yang pakai bahasa inggris dan philipina. Padahal bahasa inggrisku nggak
bagus-bagus banget, apalagi kalau disuruh ngartiin orang ngomong bahasa
inggris, bisa-bisa keplintut hihi. But, aku berusaha keras buat mengartikan
semuanya. Dan kalau ada di antara kalian yang merasa tau dan itu bertentangan
sama apa yang aku tulis mohon koreksinya. Dan tentang bahasa philipinanya asli
aku Cuma modal translate google, dengan arti yang begitu berantakan aku nyoba
buat merangkainya lebih mudah, sekali lagi kalau ada informasi yang salah aku
mohon maaf, semua aku serahkan sama pembaca. Semoga bermanfaat.
LUCKY ACES
Nama ini sempat booming di Amerika utara pada tahun 2012
sampe 2015-an lalu. Sebenarnya Lucky aces adalah nama dari tim dua dancer cilik
bergenre hip-hop yang diambil dari nama mereka sendiri. Lucky dari Reyond Lucky
Ancheta, dan Aces dari AC [Andree Camille] Bonifacio. Keduanya adalah warga
Kanada blasteran Philipina. Lucky Aces pernah menjadi juara di kontes ‘dance
kids’ yang diadakan di philipina, mereka juga mengikuti beberapa kontes dance
bergengsi seperti world of dance (WOD ’14) di tahun 2014 dan juga pernah
mengikuti kontes super kids di Jerman. Banyak sebenernya, tapi aku nggak bisa
sok tau lebih lanjut :P
Yang aku tau mereka sudah satu tim menjadi Lucky Aces sejak
2012 kalau nggak salah sejak umur mereka sembilan [9] tahun. Waaw banget kan?
Penampilan mereka perfect banget deh bagiku. Awalnya aku
kira orang china gitu, ternyata kanada. Ada darah philipinanya juga sih ..
pantes si Lucky sipit banget, apalagi kalo ketawa atau senyum .. hihi.
Sayangnya ternyata mereka udah nggak eksis ngedance bareng
lagi sejak setahun yang lalu. Kalau AC masih ada channel. Dia masih suka
ngetwitt dan upload video coz dia kan juga punya suara yang nggak bisa dibilang
jelek. Aku suka suaranya [namanya juga ngefan. Hehhe] kalau si Lucky Ancheta
jangan tanya! Dia seolah menghilang ditelan bumi! Yang ada hanya video pertama
dan terakhirnya yang diunggah di youtube guna ngejawab 15 pertanyaan fansnya.
Sayang banget ..!! aku baru tau kalau mereka udah nggak satu
tim. Padahal aku berharap mereka tetep bareng sampe nanti mereka dewasa. Aku
udah ngebayangin mereka jadi jatuh cinta karena bareng terus. Hhehehe. Bayangin
aja sejak 2012 sampe 2015 bareng terus .. satu tim berdua! Cocok pula! Meskipun
lebih tinggi AC dari pada Lucky. Tapi itu kan wajar .. nanti Lucky juga bakal
lebih tinggi dari AC. Lihat aja.
Haaaahh .. yang awalnya seneng banget nonton film, aku jadi
kecanduan video-video mereka. Nggak ada bosennya tiap hari nontonin mereka.
Jadi lupa banyak film terlantar gara-gara mereka.
Aku berharap suatu saat, kalau bisa di tahun 2017 ini mereka
bisa bareng lagi. Amien.
Minggu, 23 Oktober 2016
(Cerpen) GUDIK Created By: Ashfamaryah
Tak butuh beberapa detik untuk membuat Alif berdecak kesal saat di
kelas, bahkan untuk seoarang alim seperti Ustadz Abu, wali kelasnya. Mungkin
bukan karena gurunya atau kitab safinahnya yang membuatnya tak tau tempat untuk
berdecak tak sopan di dalam kelas. Misalnya saja saat ini, Ustadz Abu tiba-tiba
berhenti membacakan ma’na kitab di depan kelas setelah mendengar Alif
berdecak kesal.
“ada apa Alif? “
Alif sebenarnya tak sadar mengapa ia berdecak begitu keras
“ah?“ kali ini ia salah tingkah melihat gurunya menatap tajam tepat
kearahnya “m-mboten ustadz” justru saat dirinya menunduk, semua murid kelasnya
malah menoleh ke arahnya.
Lengkaplah, saat ini Alif merasa sebagai tersangka ketidak nyamanan
kelas
“ saya teruskan atau bagaimana?” tanya ustad abu setengah menyindir
Alif
“teruskan ustadz ..” jawab kelas, rendah namun serentak
Alif hanya bisa menunduk tak menjawab, sebenarnya ia hanya merasa
kesal karena dia selalu saja tertinggal saat Ustadz Abu membacakan ma’na untuk
dia tulis dikitabnya, sudah dua tahun semenjak dirinya lulus SD dan mondok di
pesantren dia tak jua bisa menulis lancar tulisan pegon, tak seperti
teman-temanya yang sudah tak butuh buku panduan pegon untuk melihat
rujuk ma’na kitab seperti dirinya.
Lagi pula hari ini Alif merasa sial, biasanya ada hendra yang selalu gigih membelanya
saat tiba-tiba Ustadz Abu berhenti mema’nai setelah mendengar Alif berdecak
tak sengaja biasanya Hendra akan membelanya seperti :
“ Alif masih belajar cepat pak ustadz” atau “ tak sengaja ustadz” dan kata-kata
lainya yang tak pernah dia fahami sopan atau tidak , dia hanya membela teman
seperjuanganya yang sama-sama belum bisa menulis pegon dengan cepat saat
mema’nai kitab kuning.
Sayang, hari ini anak jakarta yang cengengesan itu tak masuk kelas,
kata teman sekamarnya ia gudikan.
***
Bersikukuh Alif
membeli sebungkus nasi untuk dia berikan pada Hendra yang sedang sakit, meski
baru saja ibunya di rumah menelfon dan sementara melarangnya untuk mendekati
Hendra karena ceritanya, menyesal dia ceritakan penyakit sahabatnya itu pada
ibunya, seharusnya ia tak perlu membuat ibunya khawatir tentang penyakit Hendra
yang katanya menular itu, namun sebelum nasi itu dibungkus selesai oleh Kang
Luqman, si penjaga kantin pondok, seseorang di dapur kantin nyeletuk “sekarang
lagi musimnya gudikan ya kang Luq, bakal banyak alim ulama bermunculan nih
setelah ini” itu suara milik Kang Irfan, petugas bagian memasak di dapur.
Kang Luqman
tertawa renyah , tangannya tak berhenti membungkus nasi “cerita lama kang ..
kang” balasnya ringan
Alif mengernyitkan
alis , apa hubungannya gudikan dan alim ulama?
Ah, tapi ia tak mau ambil pusing, setaunya Kang Luqman dan Kang
Irfan itu memang suka bercanda. Segeralah ia ngeloyor keluar setelah membayar
nasinya.
***
Tak ada aura keren
khas anak Jakarta seperti yang biasa keluar dari Hendra saat Alif menjenguknya
di kamar santri bagian daerah Jakarta. Yang dia lihat hanya Hendra yang
terlentang tak berdaya di atas karpet tipis di pojok kamarnya, Hendra sedang
tidur.
Agak ragu dia
untuk mendekati tubuh Hendra, ia perhatikan di sebelah mana gudiknya tumbuh, di
kaki tak Hendra tak ia temukan, ternyata gudiknya tumbuh di kedua tangannya
Masya Allah!
Hatinya miris
melihat kedua tangan Hendra yang dipenuhi gudik
“tubuhnya juga
panas, kasihan dia” kata seorang teman kamar Hendra
“tapi seminggu-dua
minggu nanti insya Allah sudah sembuh dan bisa masuk madrasah lagi”
“amien” gumam
Alif, ia tak mau mengganggu Hendra yang sedang tidur, ia titipkan sebungkus
nasi dan minuman pada teman sekamar Hendra. Setelah sebentar Alif menyentuh
kening Hendra yang panas ia bergegas berdiri dan berjalan pelan ke arah pintu
kamar
“salam aku ke
sini, bilang sama dia semoga cepat sembuh, madrasah menunggunya” kata Alif pada
teman kamar Hendra
“insya Allah akan
aku sampaikan, jangan khawatir, kata ustadz kelasku, seorang santri yang kena
gudik sedang menjalani proses pembersihan hati, semoga setelah sembuh nanti dia
jadi orang yang lebih pintar”
Ha?
Alif melongo. Lebih
pintar katanya? Mana bisa hanya dengan gudikan?
Tapi Alif
lagi-lagi tak mau ambil pusing, setelah mengamini pernyataan temannya yang tak
masuk akal iapun kembali ke kamarnya.
***
Jam belajar malam
sudah berakhir beberapa menit yang lalu, kini di masjid hanya tersisa santri-santri
yang melingkar bermusyawarah bebas tentang bermacam masalah mereka di kelas,
biasanya santri-santri seperti ini memiliki julukan betaru; bengi tangi awan
turu, malam bangun siangnya tidur. Julukan untuk santri senior yang gemar
belajar bersama sampai larut, kadang diselingi cangkru’an di warung
sambil ngopi
Lain lagi dengan Alif, ia masih terhitung santri junior, tak biasa
dengan tidur larut seperti mereka, namun kali ini ada sesuatu yang
menghalanginya untuk segera bertemu bantal di kamarnya. Ustadz Abu tiba-tiba
memanggilnya di serambi masjid untuk belajar tambahan, alif mengeluh persis
dalam hati, tapi apa boleh buat? Ini perintah guru yang tak boleh ia khianati.
“mulai malam ini
setelah jam belajar wajib selesai, kamu belajar menulis pegon dengan cepat sama
saya selama satu jam setiap malam, ikhlas ya?”
Wah, satu jam
setiap malam? Itu sudah pasti mengurangi jatah tidur malamnya yang selalu ia
dambakan dari siang hari yang padat oleh kegiatan pondok pesantren. Tapi mau tidak
mau Alif harus mentaati gurunya ini
Alif mengangguk
ragu,
“ikhlas tidak?”
“e ..” kelu
bibirnya untuk berbohong, ia tau bukan itu yang sebenarnya Ustadz abu tanyakan,
sebab Beliau pernah mengatakan bahwa ikhlas itu memang tak pernah diucapkan
“ya sudah, ikhlas
tidak ikhlas saya tetap menunggu kamu di sini setiap malam sehabis jam belajar
wajib”
Mulailah saat ini
dan malam-malam berikutnya Ustadz Abu memberikan Alif pelajaran pegon tambahan
lebih intensif. Malam demi malam dilewatinya dengan belajar pegon. Ternyata
Ustadz Abu benar-benar sabar mengajari Alif yang memang benar-benar pemula
dalam pelajarn kitab-kitab salaf di pondok ini yang mengharuskan mahir tulis
pegon.
Berangsur hari
demi hari dengan kemauan Alif yang dipompa semangat dari Ustadz Abu kini
dirinya tak lagi berdecak kesal tak sengaja karena ketinggalan ma’na di
kelas.
***
Suatu malam saat
Alif belajar pegon pada Ustadz Abu, Ustadz Abu menanyakan perihal Hendra,
sahabatnya yang sudah sekitar dua minggu tak masuk kelas. Kata teman
sekamarnya, gudik di tangan Hendra merambat ke kaki, Ustadz Abu selalu tak
sempat menemui Hendra dalam keadaaan tak sedang tidur, sebenarnya sudah dua
kali Ustadz Abu menjenguknya
“Hendra sudah
mendingan Ustadz, gudik di tangan dan kakinya sekarang berangsur kering,
mungkin besok sudah masuk madrasah ustadz” kata Alif
“Alhamdulillah ..”
“punten
Ustadz, saya boleh tanya sesuatu mboten?”
“tanyakan saja
Alif, selagi saya bisa menjawab pasti akan saya jawab”
“”em .. penyakit
gudik itu .. apakah .. apakah ..” Alif tak bisa meneruskan pertanyaannya yang
dirasa konyol itu
“apakah apa Alif?”
kejar Ustadz Abu
“anu ustadz,
apakah penyakit gudik itu membuat orang jadi lebih pintar?”
Ustadz Abu berusaha
menahan senyumnya
“kamu katanya
siapa Alif”
“dengar dari
santri-santri lain Ustadz”
Akhirnya Ustadz
Abu tak dapat lagi menahan senyum gelinya, namun menghindari luka hati anak
didiknya itu. Ia mengelus kepala Alif dengan sabar, tampaklah Ustadz Abu yang
tersenyum penuh wibawa di mata Alif.
***
Hendra, anak
Jakarta itu mulai masuk madrasah di hari rabu. Teman-teman kelas menyambutnya
riang. Banyak yang menanyakan bagaimana rasanya gudikan, apakah pernah dapat
mimpi yang aneh-aneh, ataukah dapat ilmu dari mimpi, yang lebih parah ada yang
bertanya; apakah dia mendapatkan ilmu ladunni? Ilmu yang misterius namun
selalu membangkitkan gairah saat mendengar ceritanya. Ada yang bilang, setelah
ini mungkin Hendra akan menjadi Alim ulama di kelas.
Namun kelas
serempak rapi dan teratur saat Ustadz Abu datang memasuki kelas.
Dimulainya dengan
salam kelasnya hari ini. Tak butuh waktu lama untuk Ustadz Abu menyadari ada
sosok baru di kelas, Hendra yang hampir dua minggu tak masuk kini sudah
terlihat di tengah-tengah barisan murid-muridnya.
“sepertinya ada
murid baru” goda Ustadz Abu, sontak kelas menjadi riuh oleh cekikikan
“iya Ustadz, kita
kedatangan ulama baru” sahut salah satu anak muridnya
Ustadz Abu hanya
tersenyum
Kali ini tak
terlihat raut cengengesan dari wajah Hendra, ia bahkan menunduk malu dan
tersenyum.
Ada perubahan,
batin Alif melihat sahabatnya tak mengeluarkan sepatah katapun saat seisi kelas
riuh menggojloki. Tak biasanya.
“kita lihat saja
apa setelah gudikan Hendra jadi lancar tulis pegon” seorang lagi menyahut
Kelas jadi makin
riuh oleh tawa, sedang Hendra tetap menunduk namun tersenyum.
“sudah sudah ..
orang baru sembuh kok digojloki terus” kata Ustadz Abu menenangkan kelas.
“Bapak Ustadz ..
saya mau bertanya, apakah sakit gudik itu bisa membersihkan hati dan membuat
orang jadi lebih pintar?” pertanyaan konyol yang pernah ditanyakan Alif dan tak
pernah dijawab oleh Ustadz Abu itu muncul kembali, namun keluar dari mulut
murid lain bernama Ghufron. Kelas seketika menjadi sepi, semua terlihat
antusias menunggu jawaban dari guru mereka
Awalnya Ustadz Abu
hanya tersenyum, lalu duduk di kursinya dengan tenang
“bukan hanya sakit
gudik anak-anakku ..” menggantung
Belum ada suara
Ustadz Abu
menghela nafas untuk selanjutnya berkata “penyakit apapu yang dihadapi dengan
hati yang sabar pasti akan membuat hati tersebut bersih dan makin pintar”
“karena di pondok
penyakit paling sering adalah gudik, jadi orang-orang pondok pesantren
terdahulu membuat anekdot, siapa yang sakit gudik nanti pasti jadi tambah
pintar. Sejatinya, siapa yang gudikan dan dijalaninya dengan sabar pasti ia
saat itupun tambah pintar”
Masih tak ada
suara
“lihat orang-orang
besar jebolan pesantren, mereka mungkin dulu juga pernah gudikan seperti
Hendra”
Mendengar nama
Hendra disangkut-pautkan seisi kelas jadi cekikikan lagi
“tapi, mereka
bersabar. Hendra bersabar mboten?”
Hendra lagi-lagi
hanya tersenyum
“tapi Ustadz,
kenapa banyak lulusan pesantren yang jadi DPR dan lain sebagainya tapi pada
akhirnya mereka korupsi?”
Serentak kelas
senyap kembali mendengar pertanyaan Ghufron
Ustadz Abu sejenak
menghela nafas, “mungkin mereka tidak pernah gudikan!”
Mendengar
kata-kata lucu sang Ustadz sontak kelas ramai oleh derai tawa, bahkan Hendra
ikut tertawa, Alif terpingkal-pingkal memegangi perutnya.
“sudah sudah ..
sekarang kita lanjutkan pelajaran yang kemarin”
Selanjutnya Ustadz
Abu mengisi pelajaran kelas seperti biasa. Suasana kelas sungguh berbeda dari
sebelumnya, tak terdengar lagi decakan kesal dari Alif ataupun Hendra.
Di sisi lain
diam-diam Alif memerhatikan Hendra yang mema’nai kitabnya, tanpa buku
panduan pegon Hendra begitu tenang mema’nai kitabnya. Awalnya ia ingin pamer kalau dirinya sudah
bisa mema’nai kitab tanpa panduan pegon seperti biasa, namun ..
Deg,
Hati Alif
tiba-tiba berdegup kencang. Apakah benar apa yang dikatakan orang-orang selama
ini? Tapi itu sangat tak masuk akal. Bukankah sebelum sakit gudik Hendra
sama-sama masih gagap seperti dirinya saat mema’nai kitab? Sejenak ia
berhenti mema’nai kitabnya untuk menata pikirannya yang dirasa mulai tak
beres, namun Ustadz Abu keburu menegur “Alif tidak ma’nai ya?”
“eh, e .. ma’nai
ustadz” pikirannya langsung buyar, ia memutuskan untuk tak memikirkan apa yang
belum menjadi tingkatannya.
Tapi jauh dalam
lubuk hatinya ia masih tetap bertanya-tanya, benarkah semua ini?
Kediri, 18 September 2016 M.
Langganan:
Postingan (Atom)