Minggu, 22 Januari 2017

Berharap ‘Lucky Aces’ [Duo Hip Hop Dancer; Reyond Lucky Ancheta and AC Bonifacio] Ada Lagi :)



Hai. Aku penggemar berat Lucky Aces alias Reyond Lucky Ancheta dan Andree Camille [AC] Bonifacio, dua dancer hip hop asal Kanada. Dan aku orang Indonesia, karena tau nggak ada info tentang mereka dengan bahasa indonesia. Aku baru tau performed mereka waktu kemaren bulan desember 2016 aku lihat-lihat laptop temenku yang ada kumpulan video dance.nya. salah satunya ada video Lucky aces waktu tampil di Super Kids-Jerman tahun 2015. Ternyata aku jatuh cinta pada pandangan pertama sama mereka berdua. Seneng banget lihat video mereka meskipun aku ulang berkali-kali aku nggak pernah bosen. Mulai saat itu aku rajin download video mereka di youtube. Sehubung nggak ada web yang membahas duo dancer “LUCKY ACES” berbahasa Indonesia, aku coba buat sok tau aja apa arti dari informasi-informasi tentang mereka yang pakai bahasa inggris  dan philipina. Padahal bahasa inggrisku nggak bagus-bagus banget, apalagi kalau disuruh ngartiin orang ngomong bahasa inggris, bisa-bisa keplintut hihi. But, aku berusaha keras buat mengartikan semuanya. Dan kalau ada di antara kalian yang merasa tau dan itu bertentangan sama apa yang aku tulis mohon koreksinya. Dan tentang bahasa philipinanya asli aku Cuma modal translate google, dengan arti yang begitu berantakan aku nyoba buat merangkainya lebih mudah, sekali lagi kalau ada informasi yang salah aku mohon maaf, semua aku serahkan sama pembaca. Semoga bermanfaat. 

LUCKY ACES
Nama ini sempat booming di Amerika utara pada tahun 2012 sampe 2015-an lalu. Sebenarnya Lucky aces adalah nama dari tim dua dancer cilik bergenre hip-hop yang diambil dari nama mereka sendiri. Lucky dari Reyond Lucky Ancheta, dan Aces dari AC [Andree Camille] Bonifacio. Keduanya adalah warga Kanada blasteran Philipina. Lucky Aces pernah menjadi juara di kontes ‘dance kids’ yang diadakan di philipina, mereka juga mengikuti beberapa kontes dance bergengsi seperti world of dance (WOD ’14) di tahun 2014 dan juga pernah mengikuti kontes super kids di Jerman. Banyak sebenernya, tapi aku nggak bisa sok tau lebih lanjut :P
Yang aku tau mereka sudah satu tim menjadi Lucky Aces sejak 2012 kalau nggak salah sejak umur mereka sembilan [9] tahun. Waaw banget kan?

Penampilan mereka perfect banget deh bagiku. Awalnya aku kira orang china gitu, ternyata kanada. Ada darah philipinanya juga sih .. pantes si Lucky sipit banget, apalagi kalo ketawa atau senyum .. hihi.
Sayangnya ternyata mereka udah nggak eksis ngedance bareng lagi sejak setahun yang lalu. Kalau AC masih ada channel. Dia masih suka ngetwitt dan upload video coz dia kan juga punya suara yang nggak bisa dibilang jelek. Aku suka suaranya [namanya juga ngefan. Hehhe] kalau si Lucky Ancheta jangan tanya! Dia seolah menghilang ditelan bumi! Yang ada hanya video pertama dan terakhirnya yang diunggah di youtube guna ngejawab 15 pertanyaan fansnya.
Sayang banget ..!! aku baru tau kalau mereka udah nggak satu tim. Padahal aku berharap mereka tetep bareng sampe nanti mereka dewasa. Aku udah ngebayangin mereka jadi jatuh cinta karena bareng terus. Hhehehe. Bayangin aja sejak 2012 sampe 2015 bareng terus .. satu tim berdua! Cocok pula! Meskipun lebih tinggi AC dari pada Lucky. Tapi itu kan wajar .. nanti Lucky juga bakal lebih tinggi dari AC. Lihat aja.
Haaaahh .. yang awalnya seneng banget nonton film, aku jadi kecanduan video-video mereka. Nggak ada bosennya tiap hari nontonin mereka. Jadi lupa banyak film terlantar gara-gara mereka.
Aku berharap suatu saat, kalau bisa di tahun 2017 ini mereka bisa bareng lagi. Amien.

Minggu, 23 Oktober 2016

(Cerpen) GUDIK Created By: Ashfamaryah

Tak butuh beberapa detik untuk membuat Alif berdecak kesal saat di kelas, bahkan untuk seoarang alim seperti Ustadz Abu, wali kelasnya. Mungkin bukan karena gurunya atau kitab safinahnya yang membuatnya tak tau tempat untuk berdecak tak sopan di dalam kelas. Misalnya saja saat ini, Ustadz Abu tiba-tiba berhenti membacakan ma’na kitab di depan kelas setelah mendengar Alif berdecak kesal.
“ada apa Alif? “
Alif sebenarnya tak sadar mengapa ia berdecak begitu keras
“ah?“ kali ini ia salah tingkah melihat gurunya menatap tajam tepat kearahnya “m-mboten ustadz” justru saat dirinya menunduk, semua murid kelasnya malah menoleh ke arahnya.
Lengkaplah, saat ini Alif  merasa sebagai tersangka ketidak nyamanan kelas
“ saya teruskan atau bagaimana?” tanya ustad abu setengah menyindir Alif
“teruskan ustadz ..” jawab kelas, rendah namun serentak
Alif hanya bisa menunduk tak menjawab, sebenarnya ia hanya merasa kesal karena dia selalu saja tertinggal saat Ustadz Abu membacakan ma’na untuk dia tulis dikitabnya, sudah dua tahun semenjak dirinya lulus SD dan mondok di pesantren dia tak jua bisa menulis lancar tulisan pegon, tak seperti teman-temanya yang sudah tak butuh buku panduan pegon untuk melihat rujuk ma’na kitab seperti dirinya.
Lagi pula hari ini Alif merasa sial, biasanya ada hendra yang selalu gigih membelanya saat tiba-tiba Ustadz Abu berhenti mema’nai setelah mendengar Alif berdecak tak sengaja biasanya Hendra akan membelanya seperti :
Alif masih belajar cepat pak ustadz” atau “ tak sengaja ustadz” dan kata-kata lainya yang tak pernah dia fahami sopan atau tidak , dia hanya membela teman seperjuanganya yang sama-sama belum bisa menulis pegon dengan cepat saat mema’nai kitab kuning.
Sayang, hari ini anak jakarta yang cengengesan itu tak masuk kelas, kata teman sekamarnya ia gudikan.
***                                                   
            Bersikukuh Alif membeli sebungkus nasi untuk dia berikan pada Hendra yang sedang sakit, meski baru saja ibunya di rumah menelfon dan sementara melarangnya untuk mendekati Hendra karena ceritanya, menyesal dia ceritakan penyakit sahabatnya itu pada ibunya, seharusnya ia tak perlu membuat ibunya khawatir tentang penyakit Hendra yang katanya menular itu, namun sebelum nasi itu dibungkus selesai oleh Kang Luqman, si penjaga kantin pondok, seseorang di dapur kantin nyeletuk “sekarang lagi musimnya gudikan ya kang Luq, bakal banyak alim ulama bermunculan nih setelah ini” itu suara milik Kang Irfan, petugas bagian memasak di dapur.
            Kang Luqman tertawa renyah , tangannya tak berhenti membungkus nasi “cerita lama kang .. kang” balasnya ringan
            Alif mengernyitkan alis , apa hubungannya gudikan dan alim ulama?
Ah, tapi ia tak mau ambil pusing, setaunya Kang Luqman dan Kang Irfan itu memang suka bercanda. Segeralah ia ngeloyor keluar setelah membayar nasinya.
***
            Tak ada aura keren khas anak Jakarta seperti yang biasa keluar dari Hendra saat Alif menjenguknya di kamar santri bagian daerah Jakarta. Yang dia lihat hanya Hendra yang terlentang tak berdaya di atas karpet tipis di pojok kamarnya, Hendra sedang tidur.
            Agak ragu dia untuk mendekati tubuh Hendra, ia perhatikan di sebelah mana gudiknya tumbuh, di kaki tak Hendra tak ia temukan, ternyata gudiknya tumbuh di kedua tangannya
            Masya Allah!
            Hatinya miris melihat kedua tangan Hendra yang dipenuhi gudik
            “tubuhnya juga panas, kasihan dia” kata seorang teman kamar Hendra
            “tapi seminggu-dua minggu nanti insya Allah sudah sembuh dan bisa masuk madrasah lagi”
            “amien” gumam Alif, ia tak mau mengganggu Hendra yang sedang tidur, ia titipkan sebungkus nasi dan minuman pada teman sekamar Hendra. Setelah sebentar Alif menyentuh kening Hendra yang panas ia bergegas berdiri dan berjalan pelan ke arah pintu kamar
            “salam aku ke sini, bilang sama dia semoga cepat sembuh, madrasah menunggunya” kata Alif pada teman kamar Hendra
            “insya Allah akan aku sampaikan, jangan khawatir, kata ustadz kelasku, seorang santri yang kena gudik sedang menjalani proses pembersihan hati, semoga setelah sembuh nanti dia jadi orang yang lebih pintar”
            Ha?
            Alif melongo. Lebih pintar katanya? Mana bisa hanya dengan gudikan?
            Tapi Alif lagi-lagi tak mau ambil pusing, setelah mengamini pernyataan temannya yang tak masuk akal iapun kembali ke kamarnya.
***
            Jam belajar malam sudah berakhir beberapa menit yang lalu, kini di masjid hanya tersisa santri-santri yang melingkar bermusyawarah bebas tentang bermacam masalah mereka di kelas, biasanya santri-santri seperti ini memiliki julukan betaru; bengi tangi awan turu, malam bangun siangnya tidur. Julukan untuk santri senior yang gemar belajar bersama sampai larut, kadang diselingi cangkru’an di warung sambil ngopi
            Lain lagi dengan Alif, ia masih terhitung santri junior, tak biasa dengan tidur larut seperti mereka, namun kali ini ada sesuatu yang menghalanginya untuk segera bertemu bantal di kamarnya. Ustadz Abu tiba-tiba memanggilnya di serambi masjid untuk belajar tambahan, alif mengeluh persis dalam hati, tapi apa boleh buat? Ini perintah guru yang tak boleh ia khianati.
            “mulai malam ini setelah jam belajar wajib selesai, kamu belajar menulis pegon dengan cepat sama saya selama satu jam setiap malam, ikhlas ya?”
            Wah, satu jam setiap malam? Itu sudah pasti mengurangi jatah tidur malamnya yang selalu ia dambakan dari siang hari yang padat oleh kegiatan pondok pesantren. Tapi mau tidak mau Alif harus mentaati gurunya ini
            Alif mengangguk ragu,
            “ikhlas tidak?”
            “e ..” kelu bibirnya untuk berbohong, ia tau bukan itu yang sebenarnya Ustadz abu tanyakan, sebab Beliau pernah mengatakan bahwa ikhlas itu memang tak pernah diucapkan
            “ya sudah, ikhlas tidak ikhlas saya tetap menunggu kamu di sini setiap malam sehabis jam belajar wajib”
            Mulailah saat ini dan malam-malam berikutnya Ustadz Abu memberikan Alif pelajaran pegon tambahan lebih intensif. Malam demi malam dilewatinya dengan belajar pegon. Ternyata Ustadz Abu benar-benar sabar mengajari Alif yang memang benar-benar pemula dalam pelajarn kitab-kitab salaf di pondok ini yang mengharuskan mahir tulis pegon.
            Berangsur hari demi hari dengan kemauan Alif yang dipompa semangat dari Ustadz Abu kini dirinya tak lagi berdecak kesal tak sengaja karena ketinggalan ma’na di kelas.
***
            Suatu malam saat Alif belajar pegon pada Ustadz Abu, Ustadz Abu menanyakan perihal Hendra, sahabatnya yang sudah sekitar dua minggu tak masuk kelas. Kata teman sekamarnya, gudik di tangan Hendra merambat ke kaki, Ustadz Abu selalu tak sempat menemui Hendra dalam keadaaan tak sedang tidur, sebenarnya sudah dua kali Ustadz Abu menjenguknya
            “Hendra sudah mendingan Ustadz, gudik di tangan dan kakinya sekarang berangsur kering, mungkin besok sudah masuk madrasah ustadz” kata Alif
            “Alhamdulillah ..”
            punten Ustadz, saya boleh tanya sesuatu mboten?”
            “tanyakan saja Alif, selagi saya bisa menjawab pasti akan saya jawab”
            “”em .. penyakit gudik itu .. apakah .. apakah ..” Alif tak bisa meneruskan pertanyaannya yang dirasa konyol itu
            “apakah apa Alif?” kejar Ustadz Abu
            “anu ustadz, apakah penyakit gudik itu membuat orang jadi lebih pintar?”
            Ustadz Abu berusaha menahan senyumnya
            “kamu katanya siapa Alif”
            “dengar dari santri-santri lain Ustadz”
            Akhirnya Ustadz Abu tak dapat lagi menahan senyum gelinya, namun menghindari luka hati anak didiknya itu. Ia mengelus kepala Alif dengan sabar, tampaklah Ustadz Abu yang tersenyum penuh wibawa di mata Alif.
***
            Hendra, anak Jakarta itu mulai masuk madrasah di hari rabu. Teman-teman kelas menyambutnya riang. Banyak yang menanyakan bagaimana rasanya gudikan, apakah pernah dapat mimpi yang aneh-aneh, ataukah dapat ilmu dari mimpi, yang lebih parah ada yang bertanya; apakah dia mendapatkan ilmu ladunni? Ilmu yang misterius namun selalu membangkitkan gairah saat mendengar ceritanya. Ada yang bilang, setelah ini mungkin Hendra akan menjadi Alim ulama di kelas.
            Namun kelas serempak rapi dan teratur saat Ustadz Abu datang memasuki kelas.
            Dimulainya dengan salam kelasnya hari ini. Tak butuh waktu lama untuk Ustadz Abu menyadari ada sosok baru di kelas, Hendra yang hampir dua minggu tak masuk kini sudah terlihat di tengah-tengah barisan murid-muridnya.
            “sepertinya ada murid baru” goda Ustadz Abu, sontak kelas menjadi riuh oleh cekikikan
            “iya Ustadz, kita kedatangan ulama baru” sahut salah satu anak muridnya
            Ustadz Abu hanya tersenyum
            Kali ini tak terlihat raut cengengesan dari wajah Hendra, ia bahkan menunduk malu dan tersenyum.
            Ada perubahan, batin Alif melihat sahabatnya tak mengeluarkan sepatah katapun saat seisi kelas riuh menggojloki. Tak biasanya.
            “kita lihat saja apa setelah gudikan Hendra jadi lancar tulis pegon” seorang lagi menyahut
            Kelas jadi makin riuh oleh tawa, sedang Hendra tetap menunduk namun tersenyum.
            “sudah sudah .. orang baru sembuh kok digojloki terus” kata Ustadz Abu menenangkan kelas.
            “Bapak Ustadz .. saya mau bertanya, apakah sakit gudik itu bisa membersihkan hati dan membuat orang jadi lebih pintar?” pertanyaan konyol yang pernah ditanyakan Alif dan tak pernah dijawab oleh Ustadz Abu itu muncul kembali, namun keluar dari mulut murid lain bernama Ghufron. Kelas seketika menjadi sepi, semua terlihat antusias menunggu jawaban dari guru mereka
            Awalnya Ustadz Abu hanya tersenyum, lalu duduk di kursinya dengan tenang
            “bukan hanya sakit gudik anak-anakku ..” menggantung
            Belum ada suara
            Ustadz Abu menghela nafas untuk selanjutnya berkata “penyakit apapu yang dihadapi dengan hati yang sabar pasti akan membuat hati tersebut bersih dan makin pintar”
            “karena di pondok penyakit paling sering adalah gudik, jadi orang-orang pondok pesantren terdahulu membuat anekdot, siapa yang sakit gudik nanti pasti jadi tambah pintar. Sejatinya, siapa yang gudikan dan dijalaninya dengan sabar pasti ia saat itupun tambah pintar”
            Masih tak ada suara
            “lihat orang-orang besar jebolan pesantren, mereka mungkin dulu juga pernah gudikan seperti Hendra”
            Mendengar nama Hendra disangkut-pautkan seisi kelas jadi cekikikan lagi
            “tapi, mereka bersabar. Hendra bersabar mboten?”
            Hendra lagi-lagi hanya tersenyum
            “tapi Ustadz, kenapa banyak lulusan pesantren yang jadi DPR dan lain sebagainya tapi pada akhirnya mereka korupsi?
            Serentak kelas senyap kembali mendengar pertanyaan Ghufron
            Ustadz Abu sejenak menghela nafas, “mungkin mereka tidak pernah gudikan!”
            Mendengar kata-kata lucu sang Ustadz sontak kelas ramai oleh derai tawa, bahkan Hendra ikut tertawa, Alif terpingkal-pingkal memegangi perutnya.
            “sudah sudah .. sekarang kita lanjutkan pelajaran yang kemarin”
            Selanjutnya Ustadz Abu mengisi pelajaran kelas seperti biasa. Suasana kelas sungguh berbeda dari sebelumnya, tak terdengar lagi decakan kesal dari Alif ataupun Hendra.
            Di sisi lain diam-diam Alif memerhatikan Hendra yang mema’nai kitabnya, tanpa buku panduan pegon Hendra begitu tenang mema’nai kitabnya. Awalnya ia ingin pamer kalau dirinya sudah bisa mema’nai kitab tanpa panduan pegon seperti biasa, namun ..
            Deg,
            Hati Alif tiba-tiba berdegup kencang. Apakah benar apa yang dikatakan orang-orang selama ini? Tapi itu sangat tak masuk akal. Bukankah sebelum sakit gudik Hendra sama-sama masih gagap seperti dirinya saat mema’nai kitab? Sejenak ia berhenti mema’nai kitabnya untuk menata pikirannya yang dirasa mulai tak beres, namun Ustadz Abu keburu menegur “Alif tidak ma’nai ya?”
            “eh, e .. ma’nai ustadz” pikirannya langsung buyar, ia memutuskan untuk tak memikirkan apa yang belum menjadi tingkatannya.
            Tapi jauh dalam lubuk hatinya ia masih tetap bertanya-tanya, benarkah semua ini?

Kediri, 18 September 2016 M.